Mengapa harus mempelajari proses dan siklus hidup perangkat lunak ?
Sehingga dengan mempelajari siklus
hidup dari perangkat lunak, maka secara otomatis juga akan mempelajari proses
hidup dari perangkat lunak itu sendiri. Juga bisa mampu mempelajari hal apa
yang seharusnya dilakukan oleh pengembang perangkat lunak dalam proses
pengembangan perangkat lunak itu sendiri.
Jadi
kesimpulannya dengan mempelajari siklus hidup berarti juga mempelajari langkah
– langkah untuk menjadi seorang software egineering yang baik, didalam lingkup teori
dan juga implementasi.
A. Model Waterfall
(Pressman
: 2007)
1.
Sejarah model
waterfall
Nama
model ini sebenarnya adalah “Linear Sequential Model”. Model ini sering disebut
dengan “classic life cycle” atau model waterfall. Model ini pertama kali
yang diperkenalkan oleh Winston Royce sekitar tahun 1970 sehingga sering
dianggap kuno, tetapi merupakan model yang paling banyak dipakai didalam Software
Engineering (SE). Model ini melakukan pendekatan secara sistematis dan
berurutan. Disebut dengan waterfall karena tahap demi tahap yang dilalui
harus menunggu selesainya tahap sebelumnya dan berjalan berurutan.
2. Pengertian Model Waterfall
Waterfall
atau air terjun adalah model yang dikembangkan untuk pengembangan perangkat
lunak, membuat perangkat lunak. model berkembang secara sistematis dari
satu tahap ke tahap lain dalam mode seperti air terjun.
Model ini mengusulkan sebuah pendekatan kepada pengembangan software yang sistematikdan sekuensial yang mulai dari tingkat kemajuan sistem pada seluruh analisis, desain, kode, pengujian dan pemeliharaan. Model ini melingkupi aktivitas-aktivitas sebgai berikut : rekayasa dan pemodelan sistem informasi, analisis kebutuhan, desain, koding, mengujian dan pemeliharaan.
Model
pengembangan ini bersifat linear dari tahap awal pengembangan system yaitu
tahap perencanaan sampai tahap akhir pengembangan system yaitu tahap
pemeliharaan. Tahapan berikutnya tidak akan dilaksanakan sebelum tahapan
sebelumnya selesai dilaksanakan dan tidak bisa kembali atau mengulang ke tahap
sebelumnya
.
3. Karakteristik
Dalam model ini
terdapat beberapa sifat-sifat yang menojol dan cenderung menjadi permasalahan
pada model waterfall.
a. Ketika
problem muncul, maka proses berhenti karena tidak dapat menuju ke tahapan selanjutnya. Apabila terdapat kemungkinan
problem tersebut muncul akibat kesalahan dari tahapan sebelumnya, maka proses
harus membenahi tahapan sebelumnya agar problem ini tidak muncul.
b. Karena
pendekatannya secara sequential, maka setiap tahap harus menunggu hasil dari
tahap sebelumnya. Hal itu tentu membuang waktu yang cukup lama, artinya bagian
lain tidak dapat mengerjakan hal lain selain hanya menunggu hasil dari tahap
sebelumnya.
4. Teori-teori lama
menyimpulkan ada beberapa hal, yaitu:
a. Ketika semua persyaratan sudah dipahami dengan baik di awal pengembangan.
b.
Definisi produk stabil dan tidak ada perubahan saat pengembangan untuk alasan
apapun seperti perubahan eksternal, perubahan tujuan, perubahan anggaran atau
perubahan teknologi. Untuk itu, teknologi yang digunakan pun harus sudah
dipahami dengan baik.
c. Menghasilkan produk baru, atau versi baru dari produk yang sudah ada.
Sebenarnya, jika menghasilkan versi baru maka sudah masuk incremental
development, yang setiap tahapnya sama dengan Waterfall kemudian diulang-ulang.
d. Porting produk yang sudah ada ke dalam platform baru
Dengan demikian, Waterfall
dianggap pendekatan yang lebih cocok digunakan untuk proyek pembuatan
sistem baru. Tetapi salah satu kelemahan paling dasar adalah menyamakan pengembangan
perangkat keras dengan perangkat lunak dengan meniadakan perubahan saat
pengembangan. Padahal, galat diketahui saat perangkat lunak dijalankan, dan
perubahan-perubahan akan sering terjadi.
5. Tahapan atau fase model waterfall
Ini adalah gambar tahapan
atau fase yang paling umum tentang model waterfall
Akan tetapi Roger S. Pressman memecah model
ini menjadi 6 tahapan meskipun secara garis besar sama dengan tahapan-tahapan
model waterfall pada umumnya. Berikut adalah Gambar dan penjelasan dari
tahap-tahap yang dilakukan di dalam model ini menurut Pressman:
a. System / Information
Engineering and Modeling. Permodelan ini
diawali dengan mencari kebutuhan dari keseluruhan sistem yang akan
diaplikasikan ke dalam bentuk software. Hal ini sangat penting, mengingat
software harus dapat berinteraksi dengan elemen-elemen yang lain seperti
hardware, database, dsb. Tahap ini sering disebut dengan Project Definition.
b.
Software Requirements
Analysis. Proses pencarian kebutuhan diintensifkan
dan difokuskan pada software. Untuk mengetahui sifat dari program yang akan
dibuat, maka para software engineer harus mengerti tentang domain informasi
dari software, misalnya fungsi yang dibutuhkan, user interface, dsb. Dari 2
aktivitas tersebut (pencarian kebutuhan sistem dan software) harus
didokumentasikan dan ditunjukkan kepada pelanggan.
c. Design. Proses ini digunakan untuk mengubah kebutuhan-kebutuhan diatas menjadi
representasi ke dalam bentuk “blueprint” software sebelum coding dimulai.
Desain harus dapat mengimplementasikan kebutuhan yang telah disebutkan pada
tahap sebelumnya. Seperti 2 aktivitas sebelumnya, maka proses ini juga harus
didokumentasikan sebagai konfigurasi dari software.
d. Coding. Untuk dapat dimengerti oleh mesin, dalam
hal ini adalah komputer, maka desain tadi harus diubah bentuknya menjadi bentuk
yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu ke dalam bahasa pemrograman melalui
proses coding. Tahap ini merupakan implementasi dari tahap design yang secara
teknis nantinya dikerjakan oleh programmer.
e. Testing / Verification. Sesuatu yang dibuat haruslah diujicobakan. Demikian juga dengan software.
Semua fungsi-fungsi software harus diujicobakan, agar software bebas dari
error, dan hasilnya harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang sudah
didefinisikan sebelumnya.
f. Maintenance. Pemeliharaan suatu software diperlukan, termasuk di dalamnya adalah
pengembangan, karena software yang dibuat tidak selamanya hanya seperti itu.
Ketika dijalankan mungkin saja masih ada errors kecil yang tidak ditemukan
sebelumnya, atau ada penambahan fitur-fitur yang belum ada pada software
tersebut. Pengembangan diperlukan ketika adanya perubahan dari eksternal
perusahaan seperti ketika ada pergantian sistem operasi, atau perangkat
lainnya.
6. Tahap Pengembangan Model Waterfall
Tahap – tahap pengembangan model waterfall adalah :
· Analisis dan definisi
persyaratan Pelayanan, batasan, dan tujuan sistem ditentukan melalui konsultasi
dengan user.
· Perancangan sistem dan
perangkat lunak Kegiatan ini menentukan arsitektur sistem secara keseluruhan.
· Implementasi dan pengujian unit
Perancangan perangkat lunak direalisasikan sebagai serangkaian program.
· Integrasi dan pengujian sistem
Unit program diintegrasikan atau diuji sebagai sistem yang lengkap untuk
menjamin bahwa persyaratan sitem telah terpenuhi
· Operasi dan pemeliharaan
Merupakan fase siklus yang paling lama. Sistem diinstall dan dipakai. Perbaikan
mencakup koreksi dari berbagai error, perbaikan dan implementasi unit sistem
dan pelayanan sistem.
7. Permasalahan Yang ada di Pengembangan Waterfall
a. Sebagai akibat dari biaya pembuatan dan persetujuan dokumen,
iterasi menjadi mahal dan melibatkan pengerjaan ulang yang signifikan. Dengan
demikian, setelah sejumlah iterasi kecil, normal membekukan bagian dari
pengembangan seperti spesifikasi. Masalah-masalah dikesampingkan, diabaikan
atau dihindari untuk pemecahan kemudian. Pembekuan persyaratan dini ini bisa
berarti bahwa sistem tidak dapat melakukan seperti yang diinginkan user.
b. Sistem memiliki struktur yang buruk jika masalah perancangan
dihindari dengan trik implementasi. Dengan demikian pada fase akhir perangkat
lunak digunakan, error dan penghapusan persyaratan perangkat lunak yang asli
akan ditemukan.
c. Terjadinya pembagian proyek menjadi tahap-tahap yang tidak
fleksibel. Komitmen harus dilakukan pada tahap awal proses dan akan sulit bagi
perekayasa untuk menanggapi perubahan persyaratan pelanggan.
8. Keunggulan dari Model Waterfall
Keunggulan
model pendekatan pengembangan software dengan metode waterfall adalah
pencerminan kepraktisan rekayasa, yang membuat kualitas software tetap terjaga
karena pengembangannya yang terstruktur dan terawasi. Disisi lain model ini
merupakan jenis model yang bersifat dokumen lengkap, sehingga proses
pemeliharaan dapat dilakukan dengan mudah. Akan tetapi dikarenakan dokumentasi
yang lengkap dan sangat teknis, membuat pihak klien sulit membaca dokumen yang
berujung pada sulitnya komunikasi antar pengembang dan klien. Dokumentasi kode
program yang lengkap juga secara tak langsung menghapus ketergantungan
pengembang terhadap pemrogram yang keluar dari tim pengembang. Hal ini sangat
menguntungkan bagi pihak pengembang dikarenakan proses pengembangan perangkat
lunak tetap dapat dilanjutkan tanpa bergantung pada pemrogram tertentu.
9. Kelemahan Model Waterfall
Kelemahan
pengembangan software dengan metode waterfall yang utama adalah lambatnya
proses pengembangan perangkat lunak. Dikarenakan prosesnya yang satu persatu
dan tidak bisa diloncat-loncat menjadikan model klasik ini sangat memakan waktu
dalam pengembangannya. Disisi lain, pihak klien tidak dapat mencoba sistem
sebelum sistem benar-benar selesai pembuatannya. Kelemahan yang lain adalah
kinerja personil yang tidak optimal dan efisien karena terdapat proses menunggu
suatu tahapan selesai terlebih dahulu.
Secara
keseluruhan model pendekatan pengembangan software dengan metode waterfall
cocok untuk pengembangan software / perangkat lunak dengan tingkat resiko yang
kecil, dan memiliki ukuran yang kecil serta waktu pengembangan yang cukup
panjang. Model ini tidak disarankan untuk ukuran perangkat lunak yang besar dan
tingkat resiko yang besar.
B. V-Model
Sejarah V Model
Pada tahun 1986, Federal Ministry for Defense negara Jerman memulai dua proyek teknologi informasi. Dimana kedua proyek tersebut adalah software development environment for information system (SEU IS) dan software development environment for weapon and weapon delivery systems (SEU-WS).
Dimana dalam pelaksanaan kedua proyek tersebut ada beberapa tujuan yang ingin dicapai yaitu:
1. Membuat biaya dan proses-proses yang ada pada seluruh software development process menjadi jelas.
2. Menerapkan minimum standard untuk menjamin kualitas software yang di hasilkan.
3. Melakukan standarisasi dan membuat software development process lebih transparan
Variant pertama V Model muncul pada tahun 1988 sebagai akibat dari proyek SEU-WS. Lalu pada tahun 1991, variant V Model yang lebih baru muncul karena proyek SEU-IS. Hal ini terus berlangsung. Begitu dirasa adanya kebutuhan untuk melakukan perubahan maka akan dikembangkan variant V Model yang baru.
Variant V Model yang akan dibahas dengan lebih spesifik di sini adalahv ariant V Model yang dikembangkan pada tahun 1997. Variant V Model ini muncul karena adanya perkembangan pada software development process (misal: object orientation).
Model ini merupakan perluasan dari
model waterfall. Disebut sebagai perluasan karena tahap-tahapnya mirip dengan
yang yang dalam model waterfall. Jika dalam model waterfall proses dijalankan
secara linier, maka dalam model V proses dalikukan bercabang dalam model V ini
digambarkan hubungan antara tahap pengembangan software dengan tahap
pengujiannya.
Bisa dikatakan model ini merupakan
perluasan dari model waterfall. Disebut sebagai perluasan karena tahap-tahapnya
mirip dengan yang terdapat dalam model waterfall. Jika dalam model waterfall
proses dijalankan secara linear, maka dalam model V proses dilakukan bercabang.
Dalam model V ini digambarkan hubungan antara tahap pengembangan software
dengan tahap pengujiannya.
Berikut penjelasan
masing-masing tahap beserta tahap pengujiannya :
1. Requirement Analysis & Acceptance Testing
Tahap
Requirement Analysis sama seperti yang terdapat dalam model waterfall. Keluaran
dari tahap ini adalah dokumentasi kebutuhan pengguna. Acceptance Testing
merupakan tahap yang akan mengkaji apakah dokumentasi yang dihasilkan tersebut
dapat diterima oleh para pengguna atau tidak.
2. System Design & System Testing
Dalam
tahap ini analis sistem mulai merancang sistem dengan mengacu pada dokumentasi
kebutuhan pengguna yang sudah dibuat pada tahap sebelumnya. Keluaran dari tahap
ini adalah spesifikasi software yang meliputi organisasi sistem secara umum,
struktur data, dan yang lain. Selain itu tahap ini juga menghasilkan contoh
tampilan window dan juga dokumentasi teknik yang lain seperti Entity Diagram
dan Data Dictionary.
3. Architecture Design & Integration Testing
Sering
juga disebut High Level Design. Dasar dari pemilihan arsitektur yang akan digunakan
berdasar kepada beberapa hal seperti: pemakaian kembali tiap modul,
ketergantungan tabel dalam basis data, hubungan antar interface, detail
teknologi yang dipakai.
4. Module Design & Unit Testing
Sering
juga disebut sebagai Low Level Design. Perancangan dipecah menjadi modul-modul
yang lebih kecil. Setiap modul tersebut diberi penjelasan yang cukup untuk
memudahkan programmer melakukan coding. Tahap ini menghasilkan spesifikasi
program seperti: fungsi dan logika tiap modul, pesan kesalahan, proses
input-output untuk tiap modul, dan lain-lain.
5. Coding
Dalam tahap ini dilakukan pemrograman
terhadap setiap modul yang sudah dibentuk.
Kelebihan v model :
1. Bahasa
yang digunakan untuk merepresentasikan konsep V model menggunakan bahasa
formal. Contoh : dengan menggunakan objek model ataupun frame-frame Meminimalisasikan
kesalahan pada hasil akhir karena ada test pada setiap prosesnya
2. Penyesuaian
yang cepat pada projek yang baru
3. Memudahkan
dalam pembuatan dokumen projek
4. Biaya
yang murah dalam perawatan dan modifikasinya
5. V
Model sangat fleksibel. V Model mendukung project tailoring dan penambahan dan
pengurangan method dan tool secara dinamik. Akibatnya sangat mudah untuk
melakukan tailoring pada V Model agar sesuai dengan suatu proyek tertentu dan
sangat mudah untuk menambahkan method dan tool baru atau menghilangkan method
dan tool yang dianggap sudah obsolete.
6. V
Model dikembangkan dan di-maintain oleh publik. User dari V Model
berpartisipasi dalam change control board yang memproses semua change request
terhadap V Model.
Kekurangan v model :
1. Aktifitas
V-Model hanya difokuskan pada projectnya saja, bukan pada keseluruhan
organisasi. V-Model adalah proses model yang hanya dikerjakan sekali selama
project saja, bukan keseluruhan organisasi.
2. Prosesnya
hanya secara sementara. Ketika project selesai, jalannya proses model
dihentikan. Tidak berlangsung untuk keseluruhan organisasi.
3. Metode
yang ditawarkan terbatas. Sehingga kita tidak memiliki cara pandang dari metode
yang lain. Kita tidak memiliki kesempatan untuk mempertimbangkan jika ada tools
lain yang lebih baik.
4. Toolnya
tidak selengkap yang dibicarakan. SDE (Software Development Environment).Tidak
ada tools untuk hardware di V-Model. Tool yang dimaksud adalah “software yang
mendukung pengembangan atau pemeliharaan / modifikasi dari system IT. n V Model
adalah model yang project oriented sehingga hanya bisa digunakan sekali dalam
suatu proyek.
5. V
Model terlalu fleksibel dalam arti ada beberapa activity dalam V Model yang
digambarkan terlalu abstrak sehingga tidak bisa diketahui dengan jelas apa yang
termasuk dalam activity tersebut dan apa yang tidak
Pada tahun 1989, siklus hidup model ini diusulkan oleh Hartson dan Hix seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas.
Dalam
Siklus permodelan ini pengujian dilakukan terus menerus, tidak harus diakhir.
Misalnya dimulai dari menentukan kosep desain (conceptual design) dalam proses
ini akan langsung terjadi evaluasi untuk langsung ternilai apakah sudah sesuai
dengan kebutuhan user, bila belum maka akan terus berulang di evaluasi hingga
benar-benar pas, selanjutnya apabila sudah pas, maka dari tahap evaluasi yang
pertama akan lanjut ke proses yg selanjutnya yakni requirements/specification
yakni memverifikasikan persyaratan rancangan tersebut, dan pada tahap itu juga
langsung terjadi pengevaluasian seperti tahap pertama, dan selanjutnya akan
tetap sama terjadi pada tahapan-tahapan selanjutnya yakni task
analysis/fungsion analysis, pengimplementasian, prototyping hingga pada
akhirnya terciptalah sebuah aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan user.
Intinya
pada rancangan model ini pengevaluasian dilakukan disetiap tahapan tidak hanya
pada tahapan akhir seperti model-model
rancangan yang lainnya. Siklus hidup star tidak menentukan apapun pemesanan kegiatan. Bahkan, kegiatan yang sangat saling berhubungan: Anda dapat berpindah dari aktivitas apapun kepada pihak lain, asalkan Anda pertama kali pergi melalui kegiatan evaluasi. Hal ini mencerminkan temuan dari studi empiris. Evaluasi merupakan pusat model ini, dan setiap kali suatu kegiatan selesai, hasilnya harus dievaluasi. Jadi proyek dapat dimulai dengan pengumpulan persyaratan, atau mungkin mulai dengan mengevaluasi situasi yang ada, atau dengan menganalisis tugas yang ada, dan sebagainya
Tahapan Model
1. Analisa
Identifikasi kemampuan user, strategi yang digunakan untuk meningkatkan ketrampilannya, alat yang saat ini dipakai, masalah-masalah yang dialami, perubahan yang diinginkan baik dalam ketrampilan maupun peralatan.
Metode : Tanya kemampuan user dan buat daftar dengan skala prioritas, observasi ketrampilan di lapangan.
2. Evaluasi kompetisi
Tentukan kekuatan dan kelemahan rancangan
Metode : pengguna diminta untuk mencoba menggunakan berbagi produk dan minta untuk menyebutkan kelebihan dan kelemahan dari masing-masing produk.
3. Ongoing design/rancang sambil jalan
Gunakan hasil analisa untuk membuat alternatif solusi, minta masukan sampai dengan penentuan pilihan yang terbaik.
Metode : tanyai user sehubungan dengan pengalaman menggunakan prototipe.
4. Evaluasi dan validasi
Secara periodik user memberikan masukan selama pengembangan dan perancangan akan diulang berdasarkan masukan tadi.
Metode : amati kebutuhan pokok user dalam menggunakan sistem.
5. Benchmark
Memadukan hal-hal terbaik yang dimiliki pesaing untuk diterapkan dalam sistem yang dibangun Metode : menggali informasi dari user hal-hal yang sebaiknya ada dibandingkan dengan kompetitor,
D. Simple Interaction Design Model
Penjelasan simple interaction design model :
1. Identifikasi kebutuhan dan persyaratan sistem
disini suatu sistem akan di identifikasi sesuai denga kebutuhan sistem itu
sendiri.
2.
Pengembangan desain alternatif (desain
konseptual dan fisikal)
3.
Membuat versi interaktif dari desain yang
dihasilkan
4.
Mengevaluasi desain (usabilitas dan user
experience)
Pada model
rancangan interaksi sederhana ini input atau masukan hanya memiliki satu titik.
yang mana masukan tersebut diidentifikasikan apakah sesuai dengan kebutuhan,
lalu didesain sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Setelah di Desain
rancangan tersebut dibangun dan harus interaktif. Setelah itu barulah rancangan
tersebut dievaluasi.
Evaluasi dapat
dilakukan dimana saja, rancangan yang telah di evakuasi dapat kembali didesain
ulang atau apakah rancangan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan user, maka
alur tersebut akan terus berputar hingga pada tahap evaluasi tidak lagi terjadi
kesalahan, baik dalam penetapan kebutuhan user maupun pendesainannya, sehingga
pada tahap evaluasi terciptalah sebuah hasil akhir yang valid.
E. Rapid Application Development
Merupakan
model proses pengembangan perangkat lunak secara linear sequential yang
menekankan pada siklus pengembangan yang sangat singkat/pendek. Jika kebutuhan
dipahami dengan baik, proses RAD memungkinkan tim pengembangan menciptakan
“sistem fungsional yang utuh” dalam periode waktu yang sangat pendek (kira-kira
60-90 hari). Pendekatan RAD model menekankan cakupan :
a.
Pemodelan bisnis (Bussiness
Modelling)
Aliran
informasi diantara fungsi-fungsi bisnis dimodelkan dengan suatu cara untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut : Informasi apa yang mengendalikan
proses bisnis ? Kemana informasi itu pergi? Siapa yang memprosesnya ?
b.
Pemodelan data (Data Modelling)
Aliran
informasi yang didefinisikan sebagai bagian dari fase pemodelan bisnis disaring
ke dalam serangkaian objek data yang dibutuhkan untuk menopang bisnis tersebut.
Karakteristik/atribut dari masing-masing objek diidentifikasi dan hubungan
antara objek-objek tersebut didefinisikan.
c.
Pemodelan proses (Process
Modelling)
Aliran
informasi yang didefinisikan dalam fase pemodelan data ditransformasikan untuk
mencapai aliran informasi yang perlu bagi implementasi sebuah fungsi bisnis.
Gambaran pemrosesan diciptakan untuk menambah, memodifikasi, menghapus atau
mendapatkan kembali sebuah objek data.
d.
Pembuatan aplikasi (Application generation)
Selain
menciftakan perangkat lunak dengan menggunakan bahasa pemrograman generasi
ketiga yang konvensional, RAD lebih banyak memproses kerja untuk memakai lagi
komponen program yang telah ada atau menciftakan komponen yang bias dipakai
lagi. Pada semua kasus, alat-alat Bantu otomatis dipakai untuk memfasilitasi
kontruksi perangkat lunak.
e.
Pengujian dan pergantian (Testing and turnover)
Karena
proses RAD menekankan pada pemakaian kembali, banyak komponen yang telah diuji.
Hal ini mengurangi keseluruhan waktu pengujian. Tapi komponen baru harus diuji.
Resiko dari Rapid Application Development
1. Project Risk
Dalam proses development bisa terjadi kesalahpahaman antara user dan developer yang mengakibatkan perubahan dalam timeline project, selain itu kesalahpahaman juga dapat mengakibatkan requirement awal dari suatu project berubah, sehingga waktu pengerjaan project dapat menjadi lebih lama.
2. Technical Risk
RAD memfokuskan seberapa cepat sebuah project dikerjakan, sehingga developer mengesampingkan masalah dokumentasi sebuah program, minimnya dokumentasi pada sebuah program ini berdampak pada masa yang akan mendatang dimana program tidak mudah untuk dikembangkan kembali.
3. Bussiness Risk
RAD adalah metode yang digunakan untuk mendevelop sebuah program dengan waktu yang minimal, untuk mencapai ini dibutuhkan kemampuan seorang developer yang handal. Ketika kemampuan dari programmer tersebut masih kurang yang akan menjadi masalah ada quality dari software yang dihasilkan, sehingga berdampak terharap tingkat kepuasan pelanggan.
Kelebihan model RAD
Setiap fungsi mayor dapat dimodulkan dalam waktu tertentu kurang dari 3 bulan dandapat dibicarakan oleh tim RAD yang terpisah dan kemudian diintegrasikan sehinngawaktunya lebih efesien. RAD mengikuti tahapan pengembangan sistem sepeti umumnya, tetapi mempunyaikemampuan untuk menggunakan kembali komponen yang ada (reusable object) sehingga pengembang pengembang tidak perlu membuat dari awal lagi dan waktulebih singkat
Kelemahan RAD model
1. Untuk proyek dengan skala
besar, RAD membutuhkan sumber daya manusia yang cukup untuk membentuk sejumlah
tim RAD.
2. RAD membutuhkan pengembang dan
pemakai yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan aktivitas melengkapi sistem
dalam kerangka waktu yang singkat.
3.
Akan menimbulkan masalah jika
sistemtidak dapat dibuat secara modular.
4.
RAD tidak cocok digunakan untuk
sistem yang mempunyai resiko teknik yang tinggi.
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/7585995/BAB_I_Model_Waterfall (Diakses 24 November 2014)
https://www.academia.edu/6539949/Model_V (Diakses 24 November 2014)
http://www.academia.edu/4904026/INTERAKSI_MANUSIA_DAN_KOMPUTER_Pengampu_Idhawati_Hestiningsihpenjelasan model interaksi sederhana: (Diakses 24 November 2014)
http://anthonythee.blogspot.com/2013/01/star-model-lifecycle-software.html (Diakses 24 November 2014)
http://compsci.ca/blog/educational-flaws-programming-with-the-waterfall-model (Diakses 24 November 2014)
http://innovativetester.wordpress.com/software-testing/introduction-to-software-testing/v-model (Diakses 24 November 2014)
https://rakucileo.wordpress.com/2013/07/12/model-rancangan-interaksi-sederhana/ (Diakses 24 November 2014)
http://www.slideshare.net/yyudhanto/rapid-apllication-development-rad-rekayasa-perangkat-lunak-rpl (Diakses 24 November 2014)